"Jangan ber-prejudice (berpraduga, Red) dulu, kami juga paham posisi kami (sebagai parpol, Red)," ujar Ketua DPP PKB Marwan Ja'far saat dihubungi kemarin (28/2). Menurut dia, kekhawatiran akan adanya elite parpol yang mengindikasikan ingin bermain dengan mendukung salah seorang calon sebenarnya terlalu berlebihan.
Namun demikian, dia tidak bisa menghalangi kalau ada indvidu yang kebetulan kader PKB terlibat dalam tim sukses salah seorang calon. "Kalau pribadi, kami tidak bisa mencegah. Itu adalah hak mereka juga. Yang pasti, secara institusi PKB tidak ikut cawe-cawe," tegasnya.
Dia menambahkan, kalaupun PKB ikut urun rembuk terhadap masa depan NU pascamuktamar, sebaiknya hal tersebut tidak dipahami sebagai upaya memperalat NU untuk kepentingan politik partai. "Hanya bentuk perasaan ikut memiliki NU," lanjut ketua FKB di DPR tersebut.
Misalnya, papar Marwan, saat pihaknya mendorong adanya supremasi kelembagaan ulama yang terwadahi di syuriah. "Lembaga itu mau tidak mau ke depan harus disegani, jangan sampai justru sebaliknya, didesakralisasi oleh kepentingan politik jangka pendek," paparnya.
Secara terpisah, mantan anggota DPR asal PKB, Taufikurrahman Saleh, menyatakan khawatir kejadian saat muktamar NU di Tasikmalaya pada 1994 terulang. Saat itu penguasa memasang Abu Hasan untuk melawan Gus Dur dengan tujuan melemahkan kekuatan NU di Indonesia. "Ada beberapa alasan. Di antaranya, banyak pihak yang tidak ingin NU jadi kuat," ujar mantan ketua FKB tersebut.
Cara yang paling mungkin nanti adalah memecah belah NU. "Teknisnya adalah menempatkan tokoh yang lemah dan mudah dikendalikan. Itulah yang harus diwaspadai," papar dia.
Sebelumnya, Wakil Sekjen PB NU Saiful Bahri Ansori juga mewanti-wanti agar para peserta muktamar memilih pemimpin NU yang mandiri.
0 comments:
Posting Komentar